Hidup selain untuk
memperjuangkan, juga mengharuskan untuk
memilih. Pilihan itu hanya dua, iya atau tidak. Menunggu atau meninggalkan.
Namun, semua itu lari pada bagaimana sikap seseorang untuk menempa pilihan tersebut. Karena tidak ada
hidup yang tidak ditempa. Semua orang memiliki masa lalu dengan cerita mereka
masing-masing. Dunia pun mengetahuinya, bahwa semua orang pasti memiliki luka.
Namun, Tuhan ingin melihat bagaimana kesanggupan mereka untuk tertawa dengan
perihnya sayatan luka.
***
Tak ada
yang istimewa dengan malam ini. Malam begitu pekat dengan kesunyian. Ranting
pohon menari nari dengan irama angin. Walau rupanya tak terlihat, Suara mesin
kendaraan penuh di telingaku. Daun-daun bergerak lambat berayun oleh gesekan
angin. Kudapati hatiku dalam kegelisahan. Sementara angin, perlahan-lahan
menusuk pori-pori kulitku. Dinginnya menyelimuti tubuhku. Di luar terlihat
gelap, Aku sedang duduk di pinggir jendela kamarku. Sambil memangku Leptop. Berniat
menyelesaikan tulisan yang kutunda berhari-hari, karena kesibukanku mengurus acara
di Organisasi.
Sesekali kuseruput kopi hangatku. Dan kuletakan di atas
sebuah novel. Lama kuhanyut dalam
lamunan, tiba-tiba tanganku tergerak untuk membuka sebuah Folder di leptop. Nama
foldernya H titik. lalu kubuka lagi folder selanjutnya, zona nyamanku. Nama
foldernya.
***
Waktu itu dia mengatakan cintanya kepadaku, di atas motor.
Aku bersama teman-teman yang lain baru pulang dari acara ulang tahun Malioboro,
entah itu perayaan yang keberapa ratus. Arimbi, mereka memanggilku. Kami pergi
secara berpasang-pasangan. Aku kedapatan dibonceng sama Surya. Malam itu
jantungku berdetak tak seperti biasanya, tak dapat kuandalkan logikaku untuk
berfikir dengan jernih-sejernihnya. Ketika kata-kata itu keluar dari mulutnya, hatiku
membucah bahagia.
“Bolehkah aku masuk kerumahmu?, sebagai pernak-pernik yang
ada didalamnya. Kamu boleh meletakanku dibagian mana saja, agar setiap sudut
rumahmu terlihat selalu indah. Siang? Atau Malamkah itu? Sehingga ia takkan pudar oleh
waktu”.
Surya, bergerak mengangkat diri. memindahkan posisi duduknya
sedikit mundur. Sementara aku masih diam terpaku. Semakin Surya bertingkah, diriku
terbelenggu oleh rasanya yang sedang menggebu-gebu.
“Kamu mau enggak
jadi cewekku?” Sembari Surya menengok kesamping. Tatapan matanya serius
membuatku semakin kaku, malam itu seingatku, aku hanya berbicara sepatah kata “Dengan
senang hati” . Kemudian suasana menjadi hening kembali. Laju kendaraanya kian
berkurang, setapak demi setapak perjalanan yang kita lalui. Sementara kami
tenggelam dalam kekakuan.
Sadar atau tidak, selama dalam perjalanan kami adalah pemandu jalan teman-teman. Posisi motor Surya berada di
barisan paling depan. Karena hanya surya yang paling hafal persis jalan di kota
Yogyakarta. Memasuki rambu-rambu lalu lintas kesekian, Surya memperlambat laju
motornya. Ia megulurkan tangan
ke belakang dan kuletakan tanganku diatas tanganya. Kurasakan kehangatan dari
tanganya yang menggenggam lembut tanganku. Sesekali aku menarik nafas panjang,
tidak ada lagi pembatas diantara kami, kenyamanan yang belum pernah kuraih dari
pacar-pacarku yang dulu. kini bersemai pada orang yang ada di hadapanku ini. Dunia
! lihatlah bahwa malam ini kurasakan bahwa engkau hanya milik kami berdua,
begitu kira-kira hatiku berteriak. Perlahan-lahan
kudekati telinganya dan kubisikan satu kalimat, “terimakasih karena telah membuat hatiku meleleh sedemikian
ini”.
Kencan pertama, Surya membawaku pergi ke sebuah taman,
orang-orang menyebutnya Romance taman. Suasana taman itu persis namanya, kelap-kelip
lampunya slow, ada variasi warna. Dan Cahaya lampunya
sayup-sayup. Sampai disana. Kami duduk disebuah kursi. Persis didepan mereka
ada telaga ikan. Di pojok telaga, Seorang kakek tua sedang duduk manis sambil
memancing ikan. Sesekali ia melirik kearah kami dan tersenyum geli.
Kami tak banyak berbincang, terutama aku, tidak bisa melawan
rasa nervous ku, berada didekat
Surya. Kebiasaanku ketika mengalami hal semacem ini adalah meremas tanganku
sendiri. Entah bagaimana surya melihatku. Ia meminta Hpku Lalu, mengambil
gambar kami. Manis ya ?, katanya membuka percakapan. Kamu percaya engga sama aku?. kalaupun
aku tidak percaya, mana mungkin kita bisa sampai ditempat ini hanya berdua,
jujur saja ini kali pertama aku berkencan dengan pacarku. Surya meraih tanganku
lalu diciumnya. “Terimakasih karena telah percaya, ayo melangkah bersama, dan
jangan pernah berhenti sebelum sampai tujuan kita”.
***
Dapat kuhitung berapa kali adegan romantis, namun selalu
meninggalkan kesan yang luar biasa. Satu persatu foto didalam forlder itu terus membawanya pada
kenangan-kenangan masa lalu, semakin kebawah aku menarik scroll kursor mousenya. Semakin lihai masa lalu itu menari-nari.
Tanganku terus menjamah semua foto-fotoku bersamanya. Tanganku
terhenti melihat satu foto. Surya tengah
sedang mencium keningku, pada saat itu aku dan Surya tengah merayakan hari
ulang tahunya. Surya berkata ini baru
kali pertama aku mendapat kue ulang tahun dari kekasihku. Usai meniup lilin
surya mencium keningku. Sadar, akan semua moment itu tak akan dapat terulang
kembali. Ia merasakan dadanya sesak. Hubungan itu berakhir meninggalkan segudang
cerita dan kenangan manis. Perlahan-lahan bulir-bulir air mengalir membasahi
pipiku . Ia terisak isak dalam tangisan. Aku tak sekuat apa yang mereka
fikirkan dan lihat, tuhan tolong !, tak dapat kufungsikan logikku, hatiku sobek
oleh kenangan yang terus membawaku pada masa lalu.
***
Hubungan itu usai begitu saja, seorang pernah berkata, kamu
mengajariku merebahkan cemas sekaligus bangkit dan panik, bagaimana tidak kau
pergi terlalu tiba-tiba. Tak ada alasan yang lebih masuk akal selain rasa itu
telah hilang, katanya. Apakah dua tahun waktu yang kau habiskan bersama-sama
tak cukup untukku bisa menggenggammu. Kau mengatakan akulah penyebab
berakhirnya hubungan ini. Baiklah, jika aku yang menyebabakan hubungan ini
berakhir. Berikan aku sedikit kesempatan
lalu akan kuperbaiki semuanya. Namun, Sayang sekali. Ketika aku ditempa oleh
kebingungan dan mati rasa akan rasa bersalah padamu, beribu do’a kupanjatkan
agar tuhan menunjukan dan membuka jalan untuk bisa meraihmu kembali. Namun,
kehendakNya berbeda. Tuhan justru mempertontonkan siapa yang bersalah, atas
berakhirnya hubungan ini. patutkah kamu mengelak untuk menyalahkan skenario
tuhan. Sementara fakta telah berbicara pada waktu.
Siang itu aku hendak berteduh di sebuah rumah tua karena
terjebak hujan. Ketika akan berangkat latihan silat, lalu tanpa sengaja aku
melihat sebuah motor berwarna merah tua merah
melintas di depan mataku, seorang
laki-laki bersama seorang wanita. Kulihat wanita itu takut terjatuh sehingga ia
berpegangan dengan sangat erat, pada lelaki yang memboncengnya. Pada awalnya
aku tak menghiraukan kedua orang itu. Namun, karena hendak menyebrangi arah
jalan kamu menengok kesamping. Lalu, bagaiamana aku akan mengelak bahwa itu
bukan kamu, sedangkan mataku melihat dengan jelas bahwa itu adalah kamu. Sebisa
mungkin aku berusaha mengelak untuk melindungi hatiku yang masih basah oleh
luka yang belum sembuh. Namun tak dapat kupungkiri bahwa hatiku lebam kembali
oleh luka.
***
Sudah setengah jam berlalu,
aku kuhabiskan waktuku untuk bernostalgia
pada masa lalu. Berbicara tentang masa lalu seakan tak ada habisnya. Malam
semakin larut kututup kembali folder-folder yang menculik ingatanku pada masa
lalu. Kini hanya sepucuk harapan yang tersisa, setelah perjuangan yang tak
memiliki hasil apa-apa. Ia tak memiliki namun masih mencintai. Aku hanya
berpegang pada sebuah keyakinan, sejauh apapun jarak memisahkan jika ia adalah
cinta sejati maka waktu akan membawanya kembali kehadapan sang pemilik cinta.