Aku ingin
memberikan Nobel penghargaan kepadamu, engkaulah pemenang atas ketulusan kasih sayang yang tak
berbatas itu. Tapi Ibu, nobel itu hanya ada satu. Jika nobel penghargaan itu
kuambilkan untukmu. Lalu bagaimana dengan ibu ibu lainya. Pasti mereka akan
cemburu, dan ingin juga. Tak adil rasanya. Ibu? Itu hanya simbol. Jangan
khawatir Bu aku punya yang lain. Hadiah juga Bu!. Ibu pasti suka.
Tapi bu?,
Andai nobel itu sangat engkau inginkan maka aku rela menukar nyawaku untuk
mendapatkanya. Ah, mungkin ini terlalu berlebihan. Tapi aku yakin telah engkau
patahkan keinganan itu agar aku tak berjuang mendapatkanya. Tak lama kemudian, di
hadapanku Ibu berkata: “ah, nak Ibumu ini tidak inginkan benda itu. Kalau Ibu
mau ada banyak di pasar nanti Ibu bisa beli sendiri” sambil mengelus rambutku.
Aku paham maksud Ibu.
Ibu? Kiranya mendapatkan nobel untukmu terlalu
berlebihan dan mustahil. Maka akan aku berikan Ibu sepucuk kado yang berisi
do’a. Ibu, kata orang dengan berdoa
segala keinginan kita akan terkabulkan. Maka dari itu. Aku akan memintakan
segalanya untukmu. Walau permintaanku
tak dapat kusegerakan mungkin besok Bu. Atau besoknya lagi, atau besoknya lagi,
dan lagi. Walau begitu aku akan mengucapkanya lebih sering seperti orang yang mengayuh sepeda itu Bu, agar semua yang aku
pinta untukmu lebih cepat terijabah, dan kiraku akan melihat senyum di bibirmu.
Meski begitu aku tau, itu takan pernah cukup untuk membalas segala
pengorbananmu.
Semoga
tuhan tempatku mengadu mengabulkan segala pintamu ibu. Karena sampai detik ini
aku belum tau cara untuk membuatmu bahagia. Ibu, Sehatlah selalu. Aku
mencintaimu ibu. Happy mother days!