Ini adalah ceritaku selama
menjadi panitia disebuah organisasi perkumpulan daerah, tapi tidak akan aku
beritahu nama organisasinya, tetapi saya
adalah masiswa yang asli dari NTB.
Pada bulan Januari
lalu saya diajak menjadi panitia Musyawarah Besar (Mubes) dengan mendapatkan
posisi sebagai sekertaris. Selama dalam persiapan dan sesudah selesai Mubes, saya mendapat segudang pelajaran dari
hal yang paling konyol sampai serius dan menyakitkan sekalipun.
Baiklah, saya akan
menceritakan dari sudut pandang saya. Dan jika cerita yang saya share ini adalah salah menurut pembaca,
tidak apa apa. Karena saya mengerti setiap orang memiliki sudut pandang dan
penilaian yang berbeda berbeda.Ini bukan bagian awal,
tetapi ini adalah bonus dari cerita yang akan kuceritakan nanti.
Setelah selesai
pembubaran panitia Mubes pada hari Sabtu kemarin. Saya bersama beberapa orang dari
panitia membuat rencana lanjutan. Untuk mengisi weekend
dengan mancing di daerah Babarsari merupakan tempat kuliner di Jogja. Mereka cukup dekat dengan saya, jumlah kami
ada 5 orang, kami cukup akrab dengan panggilan LDR dan Jones. Memang begitu adanya
kami sekarang.
Sesampai kami ditempat
pemancingan di Moro Senang. Kami bersenang-senang untuk mancing ikan bawal sebelum memulai
santapan makanan. Tetapi kali ini ada 3 orang panitia lainya yang datang
menyusul dan kami fine. Karena sebelum
kami berangkat aku menawarkan salah seorang dari mereka untuk ikut, tetapi
tidak mengajak. Akhirnya setelah selesai memancing kami menunggu untuk ikan
yang sedang dhidangkan. Tak sampai satu jam ikan pun selesai dihidangkan dan
kami menyantap dengan nikmatnya. Namun, ada sedikit masalah setelah selesai makan. 5 orang panitia bersama salah seorang ibu dari teman
kami hingga berjumlah 6 sudah selesai membayar. Namun, mereka belum selesai
membayar, kami sepakat untuk membicarakanya di asrama perkumpulan daerah kami.
Sesampai kami di asrama, kami
membicarakanya lagi. Tetapi mereka (3 orang) berubah pikiran untuk membayar
sisa iuran yang belum mebayar pada hari berikutnya. Namun karena jarak kami
yang terlalu jauh aku meminta pada temanku untuk agar malam ini saja mereka
iuranya. Tetapi mereka tetap mengatakan besok akhirnya aku kembali kekosanku.
Selain kami memiliki
organisasi perkumpulan daerah kami juga memiliki organisasi perkumpulan alumni
sekolah, karena kebetulan kami berasal dari sekolah yang sama. Untuk lebih mudah mengumpulkan anggota alumni
sekolah ada forum group medsos (media sosial) yang disediakan untuk diskusi. Berhubung
organisasi ini masih dalam keadaan vakum karena
beberapa alasan jadi lebih banyak ngobrol digroup.
Setiba di Indekosku,
ada puluhan percakapan di dalam group alumni sekolahku. Aku membukanya
dengan mata terbelalak melihat isi fitnah dan kemunafikan yang sedang diumbar. Diantara
3 orang tersebut, 1 orang dari mereka telah melunasi dan 2 orang diantara mereka yang belum melunasi, tetapi 1 orang yang sudah melunasi dan 1 orang yang belum melunasi iuranya, mereka menuai percakapan-percakapan bercanda yang terkesan menyindir dan sedang meluapkan kekesalan diforum group medsos.
Di group mereka mengirimkan
percakapan yang terkesan dirinya sangat dianiaya dengan hutang mereka yang berjumlah
tak seberapa, dan percakapan itu menjadi berlanjut panjang oleh orang orang yang
memang suka membuat onar di forum. Aku sambil tertawa geli jijik membaca
percakapan yang tak berdasar itu. Hanya perkara uang Rp. 18,000 mereka menjadi
sangat munafik dan bermulut kotor.
Kalau anda anda tidak
keberatan isi percakapan itu akan saya perlihatkan beberapa.
Pelaku
G:
“Teman teman pinjam uang 11 ribu, aku akan
dibunuh kalau ngga punya 11 ribu sama nurul dan ria, nanti hari jumat aku ganti”
Pelaku
S:
:’(
Pelaku
G:
"Aku dibawain polisi ni"
Pelaku
S:
"Sabar nak,"
Pelaku
G:
“Ia aku nyesal ikutan tadi, kiraku bakal
ditraktir ternyata jadi penyakit”
kemudian setelah berdecak dengan satu orang
yang ikut bicara, mereka melanjutkan kepermasalahan tadi"
pelaku
s:
“pengen pup saja aku, sakit perut makan ikan
tadi”
Aku masuk digroup hanya dengan 1 kalimat saja
“alay”
Mereka melanjutkan lagi,
“kalau bisa dimuntahkan, akan aku muntahkan
dan aku akan bayar orang yang ngajak tadi”
Isi percakapan itu terus
berlanjut sampai ke bawah, dengan pembahasan yang sama dan diulang-ulang.
Beberapa orang yang merasa terpancing meluapkan emosinya di group tersebut, termasuk salah seorang temanku yang biasa aku panggil LDR. Karena tidak tahan
dengan isi percakapan ini ia marah sejadinya dan pembicaraan di group semakin menjadi jadi seakan itu adalah hiburan tersendiri bagi mereka.
Aku hanya berpikir, makna kalimat "diam itu emas" benar adanya, daripada berbicara tetapi hanya menyakiti perasaan orang lain. Mereka seperti tong kosong nyaring bunyinya, dan mulut mereka pun persis seperti bukan seorang akademisi. berbicara asal kata, tak perduli seberapa dalam makna barisan kalimat yang mereka tulis. letak permasalahan tidak jelas, sepele dan dibesar besarkan. Dibawa
ke forum organisasi pula.
Layak enggak orang seperti
itu disebut sebagai pelajar?. Yang membuatku heran, mereka menjadikan itu
sebagai kesenangan untuk memancing emosi orang lain. Aku cukup emosi dengan
situasi tersebut, namun aku tidak mau mengotori mulutku dan menambah dosa untuk
melayani omong kosong yang tak berarti apa apa. Aku kira permasalahan hidupku
jauh lebih penting daripada harus mengurusi kegilaan mereka yang berbicara
tanpa beban seolah kata kata itu sudah tersusun dari buku catetan dan mereka hanya
tinggal melafalkan.
Satu hal yang paling
menarik. Ternyata, mulut lelaki jauh lebih runcing dibandingkan mulut perempuan.
Well, kalau anda menilai saya, just
judge book by it cover. Silahkan, Tetapi
mereka sendiri yang menunjukan fakta ini, dan kebiasaan saya, dari dulu senang
memperhatikan pola bicara, apa yang dibicarakan dan tingkah laku seseorang, karena dengan begitu saya bisa mengenali karakter dan cara memberikan respon yang sebaiknya kepada mereka yang menjadi patnerku, mana yang pantas menjadi musuh dan menjadi
kawan.
Mereka bukan mengumpat
tetapi, berbicara dipublik. Mereka berbicara layaknya sedang memberikan hiburan, kepada kepada forum atau untuk dirinya, orang yang pandai menilai kurasa lebih menetahuinya dan mereka sendiri yang membuat diri mereka pendapat Judge buruk. Kurasa orang orang seperti itu pantas
untuk diabadikan, agar zaman yang terus berubah dan negara yang ingin menjadi
maju ini, tidak tumbuh bersama orang orang yang seperti itu. Dalam hal ini
dapatkah kita mengatakan bahwa moralkah yang hilang? Atau memang tidak pernah
ada. Mereka adalah mahasiswa dengan baground
pendidikan negeri islam. Lalu bukankah itu hal yang sangat memalukan. At least, jika tidak bisa berbuat baik
minimal hargai persaan orang lain. Haha.. usia sudah tua tapi kelakukan kayak
TK.
0 komentar