“udah mata kulihanya enggak ngerti, dikasih tugas pula sama tuh
dosen” (menggerutu). Mata kuliah kalkulus adalah musuh satu-satunya putri, dari
sejak SD sampai menginjak bangku kuliah ia sangat anti sama yang namanya
Matematika dan sekarang udah diganti namanya menjadi kalkulus.
Beruntung
Putri memiliki kekasih seperti satrio yang memiliki otak yang sangat cerdas,
pintar satu lagi baik dan pengertian. semenjak berpacaran dengan satrio
hidupnya menjadi super santai, apapun keinginanya selalu dituruti tanpa
terkecuali selama itu satrio bisa memberikanya. Sejauh ini satrio selalu bisa
memenuhi semua keinginan kekasihnya itu. Yang super manja dan ngambekan, kekanak-kanakan, kadang-kadang
egois, namun dia mempunyai satu keunikan
yang mungkin banyak orang yang juga memilikinya, suka menulis.
Selama
sekelas di kampus yang sama dengan kekasihnya itu putri tak pernah lepas
dari sosok Satrio. Seakan hidupnya tak akan bisa berjalan tanpa sosok laki-laki
itu. Baik itu teman, pacar dan tempat berbagi segala hal yang ia rasakan selama
duduk dibangku kuliah. Entah alasan apa satrio memilih putri sebagai kekasihnya
karakter mereka bisa dibilang bertolak
belakang.
Sebisa
mungkin satrio berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya. Suatu hari
satrio pernah sakit hingga mengharuskan ia opname dirumah sakit, saat itu hanya
putri orang terdekat yang ia miliki, tak sedetikpun putri beranjak dari kursi
tempat duduknya itu kecuali pada saat ia solat, makan dan mandipun kalau bukan
atas suruhan satrio ia tidak akan melakukanya, tak perduli akan rasa kantuk, khawatir
sewaktu-waktu satrio butuh minuman atau makanan dan keperluan lainnya ia rela
tidak berangkat kuliah selama satrio opname, tak perduli ketinggalan tugas, dateline tugas dan segalam macemnya.
“sayang kamu sudah beberapa hari tidak berangkat kuliah? Kita ketinggalan
banyak materi. Berangkatlah sesekali paling gak setengah hari” kata satrio yang
terbaring lemah di ranjang tidurnya. Putri hanya menggelengkan kepala.
Di
awal semester tiga sesuatu hal yang mengharuskan Putri pindah kuliah, dimulai saat itu hidup putri berubah drastis,
kehidupanya yang sekarang sangat membuatnya merasa asing dari semua orang
disekitarnya. Kampus baru, kehidupan baru, orang-orang baru semua menjadi serba
baru dimana ia dituntut untuk menjadi lebih mandiri dari yang sebelumnya.
Setiap
orang yang ia temui kemudian berkenalan pasti akan bercerita tentang kesukaan
secara tidak lansung menjadi keunggulannya.
dia sering sekali mengeluh kepada satrio bahkan ia menangis dan merasa minder
“kenapa aku tidak punya keunggulan seperti mereka ?” yang sering ia keluhkan, terkadang
kesulitan mencari teman diskusi, dan yang sering membuatnya merasa jengkel
setiap akhir pertemuan dosen selalu memberikan tugas tugas tugas dan tugas
“tiada hari tanpa tugas, sisa waktuku hanya untuk tugas-tugas dan tugas” saat
ditanya oleh satrio tentang kuliahnya bagaimana ? tak pernah sesekali ia
mendengarkan kabar gembira melainkan kata capek, bosen, kesulitan hal ini itu, tak
tahan-tahan ia menangis.
“Hiduplah seperti bunglon,
menyusaikan diri dengan tempat, jika jalan kehidupan yang harus kamu jalani
seperti ini maka jalanilah, karena kedepanya kamu tidak akan tahu hal apa yang akan
kamu temukan, selama kamu masih bisa untuk berdiri sendiri maka berdirilah
jangan pernah mengharapakan orang lain akan membantumu sebelum kamu bisa untuk
membantu dirimu sendiri, biasanya pekerjaanmu adalah pekerjaanku, tapi mulai
hari ini berusahalah lakukan yang terbaik untuk dirimu dan berikan yang terbaik
dimanapun kamu berada, kamu menginginkan kesuksesan tapi tidak ingin melalui
prosesnya, dan jika kamu keras terhadap dirimu maka dunia akan lunak terhadapmu
sebaliknya dan tidak ada yang akan merubah nasib suatu kaum apabila kamu itu
tidak mau merubah dengan usahamu sendiri” Kalimat penyemangat dari satrio.
Selamat pagi. . . .
“Pagi
ini putri harus semangat !” menyemangati dirinya menghela nafas beranjak dari
tempat tidur dan bersiap-siap berangkat kekampus, sesampainya ia tak
sengaja membaca pengumuman dimading mengenai lomba karya tulis. Kesempatan itu tak
mau ia lewatkan ia mulai mempersiapkan segalanya dan mengirim semua persyaratan
lomba, ia juga ikut seleksi dibeberapa organisasi, baik itu termasuk ukm. Tapi
keberuntungan saat itu bukan ditangan putri selain ia tidak menang lomba ia
juga tidak lolos dalam beberapa seleksi tersebut, tetapi ia tak pernah untuk
berkecil hati karena melihat prestasi satrio “kenapa enggak dengan aku” tidak mau mati
dalam pertempuran sebelum berjuang, kalah menang urusan belakang yang
terpenting usaha dan tekad yang kuat.
Nyatanya
disemester 1 nilai beberapa mata kuliahnya buruk dan itu sangat membuat putri
terpukul, sempat menangis dan berkecil hati tapi ia menyadari perjalanan
panjang yang harus ia lewati ia tak mau hanya karena hal itu akan membuatnya down. Dan disemester selanjutnya ia
berusaha lebih keras, rela-relain semua waktunya hanya untuk belajar dan sebisa
mungkin ia berusaha untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginanya dan terbukti
pada semester 2 nilainya mengalami peningkatan dan disemeter 3 selain
memenangkan lomba karya tulis dan ia menjadi mahasiswa yang berprestasi
dikelasnya banyak sekali prestasi lainya yang ia dapatkan.
Seiring waktu berlalu, semester demi semester
jenjang kuliah telah berhasil ia tempuh. Ia pacu semangat dan kemampuannya
dalam menulis sehingga berbagai kejuaraan lomba karya tulis berhasil ia
rengkuh. Tak ada yang berubah dari Satrio yang tak berada didekatnya, meski
jarak membuat mereka berjauhan namun satrio tak pernah sekalipun berhenti
memberikan motivasi kepada sang pujaan hatinya, putri. tepat 8 bulan setelah
satrio diwisuda, putri pun menyandang gelar yang sama, wisudawati dengan
predikat cumlaude tersemat pada dirinya. Ia berhasil membuktikan pada dunia
bahwa ia bisa meraih apa yang ia impikan. Orang tua serta sahabat terdekatnya
pun ikut merasakan kebahagiaan atas apa yang berhasil ia dapatkan.
TAMAT
0 komentar